Resmi sudah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menetapkan jajaran pengisi Kabinet Indonesia Maju periode pemerintahan 2019–2024. Pengumuman dilakukan tepat pukul 08.30 WIB, Rabu 23 Oktober, atau hanya berselang tiga hari usai Jokowi-Ma’ruf dilantik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada Minggu, 20 Oktober.
Sebanyak 34 menteri dan 6 pejabat setingkat menteri dipilih Jokowi memimpin kementerian atau lembaga negara. Sosok-sosok lama dan wajah baru menghiasi kabinet Jokowi di periode kedua kepemimpinannya ini. Mereka terdiri dari tokoh senior yang ahli di bidangnya hingga kalangan profesional muda.
Usai mengumumkan para menterinya itu ke hadapan publik, Jokowi langsung memberikan petuah singkat yang penuh makna. Terdiri dari tujuh poin, pesan tersebut berisi peringatan sampai kiat dalam memulai pekerjaan di pemerintahan.
Poin pertama yang ditekankan Jokowi adalah jajarannya itu jangan sampai terjerat korupsi. Jangan sampai menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Pertama, jangan korupsi. Menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi,” tegas Jokowi sambil lesehan di beranda Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu 23 Oktober 2019.
“Kedua, tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi-misi presiden-wakil presiden,” lanjut Kepala Negara.
Ia melanjutkan, pesan yang ketiga adalah semua harus kerja cepat, kerja keras, dan bekerja yang produktif. Keempat, jangan terjebak pada rutinitas yang monoton.
“Kelima, kerja yang berorientasi pada hasil nyata. Kemarin di dalam pelantikan sudah saya sampaikan. Tugas kita hanya menjamin send, tapi deliver. Keenam, selalu mengecek masalah di lapangan dan temukan solusinya,” ujarnya.
Kemudian yang ketujuh, kata Jokowi, semua harus serius dalam bekerja. “Saya pastikan yang tidak serius, tidak sungguh-sungguh, saya sudah berikan semua, hati-hati, bisa saya copot di tengah jalan,” tegasnya.
Tutup Celah Korupsi
Presiden Jokowi menegaskan kepada jajarannya sebelum memulai bekerja bahwa yang utama adalah tidak berani-berani mendekati korupsi. Tutup semua celah potensi yang bisa menimbulkan terjadinya praktik rasuah. “Pertama, jangan korupsi. Menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi,” ucap Jokowi.
Tidak heran jika peringatan tidak korupsi menjadi pesan pertama yang paling penting disampaikan Jokowi. Sebab di periode kepemimpinan sebelumnya, dua menterinya di Kabinet Kerja terjerat kasus di KPK.
Pertama adalah Idrus Marham yang kala itu menjabat menteri sosial. Ia jadi tersangka KPK terkait kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Idrus sudah divonis hukuman tiga tahun penjara.
Kedua, Imam Nahrawi yang ketika itu menduduki posisi menteri pemuda dan olahraga. KPK menetapkan Imam setelah terjerat kasus penyaluran dana hibah KONI pada tahun anggaran 2018. Kasus ini sampai sekarang masih diproses KPK, dan Imam pun mengajukan gugatan parperadilan.
Sementara KPK mengingatkan soal batasan-batasan ketika menjadi menteri atau penyelenggara negara. Mereka dilarang menerima apa pun yang berkaitan dengan jabatannya.
“Sebagai bagian dari upaya memprioritaskan pencegahan korupsi, KPK juga mengimbau para pejabat yang baru dilantik, terutama yang baru menjadi penyelenggara negara, agar menyadari batasan-batasan baru yang diatur secara hukum, seperti larangan penerimaan suap, gratifikasi, uang pelicin, atau nama-nama lain,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangannya, Kamis 24 Oktober 2019.
Ia menyarankan para pejabat baru berani menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan jabatan. Namun jika dalam keadaan terdesak dan tidak bisa menolak, para penyelenggara negara wajib melapor ke KPK.
“Misal karena pemberian tidak langsung, maka wajib segera dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja,” ucap Febri.

Lebih lanjut dia menerangkan, KPK juga telah menjalin komunikasi dan kerja sama dengan sejumlah kementerian serta lembaga negara dalam upaya pencegahan korupsi.
Koordinasi itu meliputi pemetaan sektor rawan korupsi, survei persepsi integritas, kajian-kajian sektor strategis, serta pendidikan antikorupsi di sejumlah jenjang pendidikan hingga revitalisasi audit aparat pengawasan intern pemerintah (APIP).
“Sejumlah program tersebut juga menjadi bagian dari strategi nasional pencegahan korupsi yang diperintahkan oleh Presiden (Jokowi) kepada sejumlah kementerian/lembaga. Hal ini tentu perlu dilakukan secara lebih serius agar upaya pencegahan korupsi benar-benar dapat menjadi perhatian dan dalam pelaksanaannya, tidak hanya bersifat seremonial,” jelas dia.
Menteri Kabinet Indonesia Maju Setor LHKPN
KPK mengimbau para menteri di Kabinet Indonesia Maju segera menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Hal itu sebagai bentuk pencegahan dari tindak pidana korupsi.
“Dalam momentum ini, sebagai bagian dari tindakan pencegahan korupsi, maka KPK mengimbau para menteri untuk segera melaporkan LHKPN ke KPK,” kata Jubir KPK Febri Diansyah.
Ia menerangkan, bagi menteri yang sebelumnya sudah menjadi penyelenggara negara dan telah memberikan LHKPN periodik 2019, maka tidak perlu lagi menyerahkannya untuk tahun ini.
“Pelaporan LHKPN berikutnya cukup dilakukan dalam rentang waktu Januari sampai 31 Maret 2020 (pelaporan periodik LHKPN untuk perkembangan kekayaan tahun 2019, red),” jelas Febri.
Sedangkan bagi menteri yang baru menjabat atau sebelumnya bukan penyelenggara negara, maka wajib melaporkan LHKPN dalam kurun waktu tiga bulan.
“Bagi mantan menteri Kabinet Kerja sebelumnya yang tidak lagi menjadi penyelenggara negara, maka diwajibkan melaporkan kekayaan setelah selesai menjabat dalam jangka waktu tiga bulan,” terang dia.
Ia menjelaskan, KPK selalu mengingatkan pentingnya LHKPN bagi para menteri, sebab bisa menjadi contoh bagi jajarannya di kementerian.
“Kesadaran pucuk pimpinan untuk melaporkan LHKPN merupakan contoh baik yang diharapkan bisa ditiru oleh para pejabat di lingkungannya,” ungkap dia.
Adapun pelaporan LHKPN bisa melalui sistem elektronik di situs https://elhkpn.kpk.go.id/. Dapat juga melaporkan lewat unit pengelola yang mengurusi LHKPN di setiap kementerian.
“Atau, bisa datang langsung ke KPK. Kami telah tugaskan tim untuk memfasilitasi pelaporan tersebut,” jelasnya.
Baca juga: Reaksi Pegiat HAM soal Keputusan Jokowi Angkat Prabowo Jadi Menhan